Chủ Nhật, 21 tháng 6, 2009

SUARA MAHASISWA PUNCAK JAYA

PERUBAHAN SIKAP

Terdapat dua jenis utama perubahan sikap: kongruen dan inkongruen. Perubahan kongruen adalah peningkatan dalam positivitas dari sikap aslinya yang positif atau peningkatan dalam negativitas dari sikap aslinya yang negatif. Perubahan inkongruen adalah berkurangnya positivitas dari sikap aslinya yang positif atau berkurangnya negativitas dari sikap aslinya yang negatif. Pengurangan itu mungkin cukup besar untuk mengubah sama sekali tanda-tanda sikap aslinya, atau mungkin juga tidak cukup besar untuk itu. Arah perubahan itu kongruen dengan tanda sikap yang ada.

Mudah/sulitnya perubahan sikap tergantung pada karakteristik sistem sikap dan kepribadian serta afiliasi individu dengan berbagai kelompok

Sikap-sikap, bila telah terbentuk, berbeda dalam modifiabilitasnya (kemudahannya untuk diubah). Faktor-faktor penentu utama dari sikap adalah karakteristik sikap sebelumnya, kepribadian individu, dan afiliasinya dengan berbagai kelompok.
Karena hal-hal lainnya sama, maka perubahan yang kongruen akan lebih mudah untuk dibentuk daripada perubahan yang inkongruen. Lebih mudahnya perubahan kongruen dibanding perubahan inkongruen adalah karena pengaruh keekstrimannya, multipleksitasnya, konsistensinya, saling keterkaitannya, konsonansinya, dan pengaruh fungsi sikap itu dalam memuaskan keinginan serta kaitannya dengan nilai.
Modifiabilitas sebagian tergantung pada tingkat inteligensi individu. Di samping itu, individu tertentu mempunyai sifat mudah terbujuk, cenderung mudah terpengaruh oleh segala jenis komunikasi yang persuasif; sedangkan individu lainnya lebih bersifat resisten terhadap komunikasi persuasif. Kebutuhan kognitif dan gaya individu mempengaruhi kesiapannya untuk menerima perubahan.
Sikap yang mempunyai dukungan sosial yang kuat melalui afiliasi individu dengan kelompok sulit berubah. Jika seorang individu menghargai keanggotaannya dalam kelompok, dia akan cenderung berpegang pada sikap yang dianut oleh kelompoknya demi mempertahankan statusnya.
------------------------------

Perubahan sikap terjadi melalui pendedahan (exposure) terhadap informasi baru, perubahan dalam afiliasi individu dengan kelompok-kelompok, terjadinya perubahan perilaku terhadap obyek, dan melalui prosedur-prosedur yang mengubah kepribadian

Pembentukan dan perubahan bukan merupakan tahapan yang terpisah-pisah dalam kelangsungan sikap. Kedua hal tersebut merupakan fase-fase yang sinambung dalam pertumbuhannya. Oleh karenanya, prinsip-prinsip pembentukan sikap dan prinsip-prinsip perubahan sikap harus konsisten antara satu dengan lainnya. Kita telah melihat pada Bab 6 bahwa sikap-sikap tertentu dari individu ditentukan oleh informasi yang tersedia baginya, afiliasinya
dengan berbagai kelompok, dan oleh struktur kepribadiannya. Maka perubahan sikap ini pun ditentukan oleh faktor-faktor tersebut.
Sebagaimana telah kita lihat, sikap dipergunakan oleh individu dalam membangun dunia yang bermakna, teratur, dan stabil. Oleh karenanya, kita juga dapat berekspektasi bahwa karena informasi baru cenderung mengubah, memperluas, atau mempersempit dunia individu, informasi tersebut akan cenderung terasimilasi ke dalam sikap yang ada. Bila hal itu terjadi, sikap aslinya mengalami perubahan.

Sikap individu, yang terbentuk pada saat dia berinteraksi dengan individu-individu lain di dalam kelompok-kelompoknya, mencerminkan keyakinan, norma, dan nilai yang dianut oleh kelompok-kelompoknya itu. Bila dia pindah ke kelompok baru dengan sistem keyakinan yang berbeda, norma yang berbeda, dan nilai yang berbeda, sikapnya akan cenderung menunjukkan perubahan yang akomodatif.

Kadang-kadang memungkinkan untuk mendesak orang untuk mengubah sikapnya dengan memaksanya mengubah perilakunya terhadap obyek. Proses perubahan seperti ini tidak banyak dipahami. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Pertama, individu "dicekoki" dengan informasi baru. Hal ini akan mengoreksi distorsi autistiknya. (lihat halaman 123). Kedua, perubahan yang dipaksakan pada komponen kecenderungan tindakannya dapat mengakibatkan perubahan yang sesuai dalam komponen-komponen lain dari sistem sikapnya melalui pengoperasian prinsip konsistensi (lihat halaman 143). Sejauh mana perubahan yang dipaksakan pada perilaku itu akan menghasilkan perubahan sikap akan sangat dipengaruhi oleh keadaan pemaksaannya dan oleh kepribadian individu yang bersangkutan.

Kepribadian memainkan peranan yang sangat penting. Sikap menentukan kepribadian dalam berbagai cara. Dan, sebaliknya, kepribadian individu mempengaruhi sikapnya. Saling keterkaitan yang fungsional antara sikap dan kepribadian itu kompleks dan mendalam. Pengubahan sikap dengan mengubah kepribadian merupakan satu pendekatan yang relatif baru dalam masalah pengubahan sikap. ------------------------------

Arah dan tingkat perubahan sikap yang diakibatkan oleh informasi baru tergantung pada faktor-faktor situasi dan tergantung pada sumber, medium, bentuk, dan isi informasi tersebut

Kita akan menggunakan istilah "informasi" untuk mencakup semua sumber pengalaman dengan sebuah obyek sikap. Jadi, didefinisikan secara luas, informasi itu mencakup jenis informasi formal yang diberikan oleh lembaga pendidikan dan lembaga propaganda maupun jenis informasi informal yang diperoleh orang dalam bercakap-cakap dengan orang lain tentang suatu obyek sikap ataupun dalam pengalaman langsung orang tersebut dengan obyek itu.

Apakah informasi baru akan mengubah sikap atau tidak, tergantung pada hakikat situasi komunikasi, karakteristik komunikator, medium komunikasi, dan bentuk serta isi pesan.
Tiga karakteristik situasi komunikasi yang mempengaruhi keefektifan propagandist adalah: mendengar sendirian versus mendengar berkelompok, komitmen publik versus komitmen pribadi terhadap posisi yang diadvokasikan, dan metode keputusan kelompok versus metode ceramah. Mendengar berkelompok lebih efektif daripada mendengar sendirian jika mayoritas kelompok bersikap positif terhadap posisi komunikator; akan kurang efektif jika mayoritas ditentang. Deklarasi publik tentang penerimaan seseorang terhadap posisi yang diadvokasikan membuat orang itu relatif imun terhadap propaganda tandingan. Metode keputusan kelompok telah didapati lebih efektif dalam mengubah sikap dan tindakan daripada metode ceramah.
Dalam menentukan efek suatu pesan, siapa yang mengatakan apa sering kali sama pentingnya dengan isi pesan itu sendiri. Agar efektif, propagandist harus dipandang sebagai anggota kelompok yang ingin dipengaruhinya - dia harus dipandang sebagai "orang dalam"; dia juga harus dipandang sebagai terpercaya dan menarik.
Pesan dari mulut ke mulut lebih ampuh daripada pesan media massa; tetapi media massa memainkan peranan penting dalam proses pengaruh sosial dan perubahan sosial dengan mempengaruhi para pimpinan opini dari mulut ke mulut di masyarakat.

Isi dan bentuk pesan itu juga penting. Berbagai variabel isi dan bentuk pesan telah diperhadapkan pada studi eksperimental; di antaranya adalah besarnya perubahan yang diadvokasikan, penyajian searah versus penyajian dua arah, penarikan kesimpulan oleh komunikator versus tak menarik kesimpulan, urutan penyajian, dan intensitas ancaman dari oposisi.
------------------------------

Keefektifan afiliasi dengan kelompok baru dalam mempengaruhi perubahan sikap tergantung pada karakteristik kelompok itu dan hakikat keanggotaan individu di dalam kelompok tersebut

Sikap seorang individu cenderung berubah pada saat dia pindah ke kelompok baru atau mengubah kesetiaan pada kelompoknya. Keefektifan sebuah kelompok dalam menuntun seorang anggota baru untuk mengadopsi "garis kebijakan kelompok", sebagian ditentukan oleh sentralitas norma kelompok yang berkaitan dengan sikap, sejauh mana kebebasan anggota baru itu untuk meninggalkan kelompok tersebut, dan oleh keefektifan kekuasaan pengawasan dari kelompok itu. Jika sebuah kelompok tidak dapat mengawasi anggotanya secara efektif karena sikap menyimpang dapat diungkapkan secara rahasia, maka keadaan pluralistic ignorance dapat berkembang.

Karakteristik tertentu dari keanggotaan individu itu juga menentukan kekuasaan kelompok untuk memaksanya agar mematuhi norma-norma kelompok. Jika seorang anggota baru merasa tidak aman dalam statusnya, dia akan cenderung mengambil sikap yang disetujui demi memperoleh persetujuan dan meningkatkan statusnya. Tingkat penghargaan individu terhadap keanggotaannya dalam kelompok itu juga akan menentukan kekuasaan kelompok terhadap dirinya. Dan hanya jika anggota baru itu menerima norma kelompok yang menentukan sikap-sikap tertentu sebagai norma yang absah, maka norma itu akan efektif mengatur perilaku anggota tersebut.
------------------------------

Keefektifan perubahan yang dipaksakan terhadap perilaku dalam upaya mengubah sikap tergantung pada keadaan pemaksaan itu dan reaksi individu terhadapnya

Perubahan yang dipaksakan pada tindakan individu terhadap suatu obyek dapat terjadi dalam dua cara: individu mungkin terpaksa mengadakan kontak intim dengan obyek tersebut karena peraturan perundang-undangan atau karena keadaan; dia mungkin ditekan oleh otoritas, oleh adat-istiadat sosial, atau oleh suatu imbalan atas suatu peranan yang dipegangnya di mana dia mengekspresikan sikap yang bertentangan dengan sikapnya yang sesungguhnya.
Keefektifan pemaksaan itu dalam menghasilkan perubahan sikap tergantung pada keadaan kontak yang dipaksakan itu dan tergantung pada reaksi individu terhadap otoritas yang memaksanya. Memainkan suatu peran tertentu dapat menghasilkan perubahan sikap jika individu melihat bahwa sikap yang diungkapkannya di depan publik memperoleh dukungan sosial.
Teori dissonansi kognisi mengatakan bahwa perubahan sikap yang diakibatkan oleh perubahan tindakan yang dipaksakan disebabkan oleh keadaan dissonansi yang tidak nyaman yang timbul bila seorang individu mengatakan atau melakukan sesuatu di depan publik yang berlawanan dengan sikap pribadinya. Satu cara untuk mengurangi keadaan dissonan tersebut adalah dengan mengubah sikap pribadinya itu agar sesuai dengan sikap yang diekspresikannya secara publik. ------------------------------

Keefektifan teknik-teknik pengubahan kepribadian dalam menghasilkan perubahan sikap tergantung pada ketepatan teknik itu bagi fungsi sikap untuk kepribadian

Sebagaimana telah kita lihat, sikap yang dipegang oleh individu "dipergunakan" olehnya dalam berbagai hal: sikap itu mungkin membantunya dalam pencarian makna, sikap mungkin merupakan alat untuk memuaskan keinginannya, sikap mungkin membuatnya dapat mempertahankan konsep dirinya.

Dalam tahun-tahun terakhir ini terdapat minat yang lebih besar untuk menelaah kemungkinan mengubah sikap sosial dengan mengubah kepribadian.

Kebanggaan diri dan Purbasangka (Pride and Prejudice)
Dalam serangkaian penelitian, Katz dan koleganya telah meneliti peranan self-insight dan self-defensiveness dalam sikap rasial dan dalam mengubah sikap rasial. Dalam satu penelitian Katz, SamotT, dan McClintock [1956] membandingkan keefektifan factual informa¬tive appeal dan self-insight procedure. Mereka menemukan bahwa sikap negatif terhadap orang Negro tidak terubah secara cukup signifikan oleh factual informative appeal.

Meskipun kita telah mengakui pentingnya resistensi dalam konteks lain, peranannya mengecil dalam pengubahan sikap. Karena itu, persuasi dan propaganda dapat mempunyai dampak negatif.
Para peneliti itu menggambarkan self-insight procedure sebagai berikut:
Dalam bagian pertama dari presentasi ini, kami menggambarkan secara umum dinamika pengkambinghitaman, proyeksi, dan kompensasi dalam kaitannya dengan pengembangan sikap antiminoritas. Kemudian kami menyajikan sejarah kasus seorang mahasiswi untuk mengilustrasikan bagaimana mekanisme pertahanan diri merupakan dasar dari purbasangka etniknya. Materi yang interpretatif ini didapati efektif dalam menghasilkan sikap lebih toleran terhadap orang Negro pada individu yang rendah dan sedang dalam self-defensiveness-nya. Subyek yang tinggi tingkat self-defensiveness-nya tidak berubah secara signifikan. Hal ini diinterpertasikan sebagai disebabkan oleh resistensi: materi tersebut diasumsikannya sebagai terlalu mengancam bagi orang yang tinggi tingkat self-defensive-nya sehingga ditolak. Mereka merasa perlu terus bersikap purbasangka demi mempertahankan kebanggaan dirinya.

Juga ditemukan bahwa materi self-insight, sebagaimana diprediksi, mempunyai efek yang lebih besar dibanding materi informasional.

Banyak faktor yang menentukan perubahan sikap ataupun persistensi (bertahannya) sikap. Manusia hidup dalam dunia di mana semua faktor yang mempengaruhi perubahan sikap atau persistensi sikap sama-sama aktif, bekerja bersama-sama atau bersilang arah. Hasil akhirnya - perubahan sikap ataupun persistensi sikap - merupakan produk interaksi yang kompleks antara berbagai faktor penentu. Demi kejelasan pembahasannya, kita telah memperlakukan faktor-faktor penentu tersebut sebagai terpisah antara satu dengan lainnya. Tetapi sesungguhnya terdapat interaksi di antara faktor-faktor tersebut. Orang terekspos pada informasi baru yang dapat mendukung ataupun bertentangan dengan sikap yang ada; tujuan mereka mungkin bervariasi dan bertentangan; kelompok-kelompok di mana individu berafiliasi mungkin menuntut loyalitas yang antagonistik. Perubahan atau persistensi sikap mereka merupakan hasil akhir dari interaksi yang kompleks antara bermacam-macam kekuatan ini, yang sering saling bertentangan.

Klasifikasi dan deskripsi gangguan kepribadian beserta tritmen-nya

Gangguan kepribadian menghindar

Orang dengan gangguan kepribadian menghindar menunjukkan kepekaan yang ekstrim terhadap penolakan, yang dapat menyebabkan penarikan diri dari kehidupan sosial. Sebenarnya mereka tidak asosial karena menunjukkan keinginan yang kuat untuk berteman tetapi mereka malu; mereka memerlukan jaminan yang kuat dan penerimaan tanpa kritik yang tidak lazim. Orang dengan gangguan ini menginginkan hubungan dengan orang lain yang hangat dan aman tapi membenarkan penghindaran mereka untuk membentuk persahabatan kerena perasaan ketakutan mereka akan penolakan.

Mereka mudah sekali keliru dalam mengartikan komentar orang lain, seringkali komentar dari orang lain dianggap sebagai suatu penghinaan atau ejekan. Pada umumnya sifat dari orang dengan gangguan kepribadian menghindar adalah seorang yang pemalu. Menurut teori kognitif-behavioral, pasien sangat sensitif terhadap penolakan karena adanya pengalaman masa kanak-kanak, misalnya : karena mendapat kritik yang pedas dari orang tua (Martaniah, 1999 : 77).

a. Psikoterapi. Ahli terapi mendorong pasien untuk ke luar ke dunia untuk melakukan apa yang dirasakan mereka memiliki resiko tinggi penghinaan, penolakan dan kegagalan. Tetapi ahli terapi harus berhati-hati saat memberikan tugas untuk berlatih keterampilan sosial yang baru di luar terapi, karena kegagalan dapat memperberat harga diri pasien yang telah buruk. Terapi kelompok dapat membantu pasien mengerti efek kepekaan mereka terhadap penolakan pada diri mereka sendiri dan orang lain. Melatih ketegasan adalah bentuk terapi perilaku yang dapat mengajarkan pasien untuk mengekspresikan kebutuhan mereka secara terbuka dan untuk meningkatkan harga diri mereka.

b. Farmakoterapi. Beberapa pasien tertolong oleh penghambat beta, seperti atenolol (Tenormin), untuk mengatasi hiperaktivitas sistem saraf otonomik, yang cenderung tinggi pada pasien dengan gangguan kepribadian menghindar, khususnya jika mereka menghadapi situasi yang menakutkan.

Gangguan kepribadian dependen

Orang dengan gangguan kepribadian dependen, menempatkan kebutuhan mereka sendiri dibawah kebutuhan orang lain. Meminta orang lain untuk mengambil tanggung jawab untuk masalah besar dalam kehidupan mereka, tidak memiliki kepercayaan diri dan mungkin mengalami rasa tidak nyaman yang kuat jika sedang sendirian lebih dari suatu periode yang singkat. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering terjadi pada anak yang lebih kecil jika dibandingkan yang lebih tua. Gangguan kepribadian dependen ditandai oleh ketergantungan yang pervasif dan perilaku patuh. Orang dengan gangguan ini tidak mampu untuk mengambil keputusan tanpa nasehat dan pertimbangan yang banyak dari orang lain. Pesimisme, keraguan diri, pasivitas, dan ketakutan untuk mengekspresikan perasaan seksual dan agresif menandai perilaku gangguan kepribadian dependen (Kaplan & Saddock, 1997 : 263-264).

Menurut teori psikodinamika, gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi pada masa oral karena orang tua yang sangat melindungi atau orang tua yang mengabaikan kebutuhan tergantung. Pendekatan kognitif-behavioral mengemukakan bahwa penyebabnya adalah karena kurang asertif dan kecemasan dalam membuat keputusan (Martaniah, 1999 : 77).

a. Psikoterapi. Terapi gangguan kepribadian dependen seringkali berhasil, yaitu dengan proses kognitif-behavioral, dengan menciptakan kemandirian pada pasien, melatih ketegasan dan menumbuhkan rasa percaya diri. Terapi perilaku, terapi keluarga dan terapi kelompok semuanya telah digunakan dengan keberhasilan pada banyak kasus.

b. Farmakoterapi. Pasien yang mengalami serangan panik atau memiliki tingkat kecemasan perpisahan yang tinggi mungkin tertolong oleh imipramine (Tofranil). Benzodiazepine dan obat serotonergik dapat berguna.

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif ditandai oleh penyempitan emosional, ketertiban, kekerasan hati, sikap keras kepala dan kebimbangan. Gangguan ini sering terjadi pada pria dan sering pada anak tertua. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif memiliki keasyikan dengan keteraturan, kebersihan, perincian dan pencapaian kesempurnaan. Biasanya orang tersebut resmi dan serius dan seringkali tidak memiliki rasa humor. Mereka memaksakan aturan supaya diikuti secara kaku dan tidak mampu untuk mentoleransi apa yang dirasakannya sebagai pelanggaran. Karena takut mereka melakukan kesalahan, mereka mengalami kebimbangan dan berpikir dalam waktu yang lama untuk mengambil suatu keputusan.

Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat bekerja dengan baik dalam posisi yang membutuhkan pekerjaan metodologis, deduktif atau terperinci. Tetapi mereka rentan terhadap perubahan yang tidak diharapkan. Dilihat dari teori kognitif-behavioral, pasien gangguan ini mempunyai perhatian yang tidak realistik mengenai perfeksitas dan penolakan terhadap kesalahan. Kalau gagal dalam mencapai perfeksitas, ia menganggap dirinya tidak berharga (Martaniah, 1999 : 79).

a. Psikoterapi. Tidak seperti gangguan kepribadian lainnya, pasien gangguan kepribadian obsesif-kompulsif seringkali tahu bahwa mereka sakit dan mencari pengobatan atas kemauan sendiri. Asosiasi bebas dan terapi yang tidak terlalu mengarahkan sangat dihargai oleh pasien gangguan ini. Terapi kelompok dan terapi perilaku biasanya memberikan manfaat tertentu. Pada kedua konteks, mudah untuk memutuskan pasien ditengah-tengah interaksi atau penjelasan maladaptif mereka. Melengkapi perilaku kebiasaan mereka mencegah meningkatkan kecemasan pasien dan menyebabkan mereka mudah mempelajari strategi baru.

b. Farmakoterapi. Clonazepam (Klonopin) adalah suatu benzodiazepine dengan antikonvulsan, pemakaian obat ini untuk menurunkan gejala pada pasien dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif parah. Clomipramine (Anafranil) dan obat serotonergik tertentu seperti fluoxetine mungkin berguna jika tanda dan gejala obsesif-kompulsif timbul.

Selain gangguan kepribadian yang telah disebutkan di atas, juga ada gangguan kepribadian yang tidak ditentukan dimana dalam DSM IV dicadangkan untuk gangguan yang tidak memenuhi ke dalam salah satu gangguan yang telah dijelaskan sebelumnya. Gangguan kepribadian yang dimaksud adalah:

Gangguan kepribadian pasif-agresif

Orang dengan gangguan kepribadian pasif-agresif ditandai oleh obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala dan tidak efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari, yang diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak menerima permintaan untuk kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf, dan cenderung untuk mencari kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang tempat mereka bergantung; tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri dari hubungan ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang kebutuhan dan harapan mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan (Kaplan & Saddock, 1997 : 268).

Mereka memendam rasa amarah dan permusushan yang diekspresikan dengan cara tidak langsung tapi menggunakan cara yang menyakitkan. Tidak sensitif terhadap kritik dan selalu menganggap dirinya benar. Dari sudut kognitif-behavioral, pasif-agresif berkembang dari kepercayaan bahwa ekspresi terbuka dan kemarahan adalah berbahaya. Menuntut orang lain harus tahu apa yang diinginkan, tanpa ia memintanya (Martaniah 1999 : 79).

a. Psikoterapi. Dapat dilakukan dengan memberikan terapi supportif, untuk memunculkan motivasi pada diri pasien. Ahli terapi harus menyatakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat dari perilaku pasif-agresif yang mereka lakukan.

b. Farmakoterapi. Antidepresan harus diresepkan jika indikasi klinis depresi dan kemungkina bunuh diri. Beberapa pasien berespon terhadap benzodiazepine, psikostimulan, tergantung pada keadaan klinis.

Gangguan kepribadian depresif

Orang dengan gangguan kepribadian depresif adalah orang yang pesimistik, anhedonik, terikat pada kewajiban, meragukan diri sendiri dan tidak gembira secara kronis. Penyebab gangguan kepribadian depresif tidak diketahui, tetapi faktor yang terlibat dalam gangguan distimik dan gangguan depresif berat mungkin bekerja. Teori psikologis melihat adanya kehilangan pada awal kehidupan, pengasuhan orang tua yang buruk, superego yang menghukum, dan perasaan ekstrim.

Deskripsi klasik tentang kepribadian depresif diajukan tahun 1963 oleh Arthur Noyes dan Laurence Kolb, “Mereka merasakan kegembiraan kehidupan yang normal tapi hanya sedikit, dan cenderung kesepian dan serius, bermuram durja, patuh, pesimistik dan rendah diri. Mereka rentan untuk mengekspresikan penyesalan dan perasaan ketidakberdayaan dan putus asa. Mereka seringkali teliti, perfeksionistik, sangat berhati-hati, asyik dengan pekerjaan, merasa bertanggung jawab dengan tajam, dan mudah berkecil hati di kondisi yang baru. Mereka ketakutan akan celaan, cenderung menderita dalam kesepian dan kemungkinan mudah menangis, walaupun biasanya tidak di hadapan orang lain. Suatu kecenderungan untuk merasa ragu-ragu, tidak dapat mengambil keputusan dan berhati-hati menghianati perasaan ketidakamanan yang melekat”.

H. Akiskal menggambarkan 7 kelompok sifat depresif : (1) tenang introvert, pasif, tidak sombong; (2) bermuram durja, pesimistik, serius, dan tidak dapat merasakan kegembiraan; (3) mengkritik diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, dan menghina diri sendiri; (4) bersifat ragu-ragu, kritik orang lain, sukar untuk memaafkan; (5) berhati-hati, bertanggung jawab dan disiplin diri; (6) memikirkan hal yang sedih dan merasa cemas; (7) asyik dengan peristiwa negatif, perasaan tidak berdaya dan kelemahan pribadi (Kaplan & Saddock, 1997 : 270).

a. Psikoterapi. Terapi kognitif membantu pasien mengerti manifestasi kognitif dari perasaan rendah diri dan pesimisme mereka. Beberapa pasien mempunyai respon terhadap tindakan menolong diri sendiri.

b. Farmakoterapi. Dengan pemakaian antidepresan, khususnya obat sorotonergik tertentu seperti sertraline (Zoloft).

Gangguan kepribadian sadomasokistik

Gangguan ini bukan merupakan diagnosis resmi dalam DSM IV atau spendiksnya, tetapi dapat didiagnosis sebagai gangguan kepribadian yang tidak diklasifikasikan. Sadisme (berasal dari nama seorang penulis di abad ke-18 yaitu Marquis de Sade, yang menulis tentang orang yang mengalami kenikmatan seksual saat menyiksa orang lain) adalah keinginan untuk menyebabkan rasa sakit pada orang lain baik secara penyiksaan seksual atau fisik atau penyiksaan psikologi pada umumnya. Sigmund Freud percaya bahwa pasien sadisme untuk mencegah kecemasan kastrasi dan mampu untuk melakukan kepada orang lain apa yang mereka takutkan akan terjadi pada diri mereka.

Sedangkan masokisme (nama mengikuti Leopold von Sacher-Masoch, seorang penulis novel yang berasal dari Austria abad ke-19) adalah pencapaian pemuasan seksual dengan menyiksa diri sendiri. Pada umumnya, yang dinamakan penderita masokisme moral mencari penghinaan dan kegagalan, bukannya sakit fisik. Menurut Sigmund Freud, kemampuan penderita masokisme untuk mencapai orgasme terganggu oleh kecemasan dan perasaan bersalah tentang seks dan perasaan tersebut dihilangkan oleh penderitaan dan hukuman pada diri mereka sendiri. Pengamatan klinis menyatakan bahwa elemen perilaku sadisme dan masokisme biasanya ditemukan pada orang yang sama.

Tritment yang dapat diberikan yaitu:

Psikoterapi. Terapi psikoanalisis efektif pada beberapa kasus. Sebagai hasil terapi, pasien menjadi menyadari bahwa kebutuhan menghukum diri sendiri adalah sekunder akibat perasaan bersalah bawah sadar yang berlebihan dan juga menjadi mengenali impuls agresif mereka yang terepressi, yang berasal dari masa anak-anak awal.

Gangguan kepribadian sadistik

Gangguan kepribadian sadistik adalah suatu tambahan yang kontroversial pada apendiks DSM III-R, dan tidak dimasukkan di dalam DSM IV. Orang dengan gangguan kepribadian sadistik menunjukkan pola kekejaman yang pervasif, merendahkan dan perilaku agresif, yang dimulai sejak anak-anak awal dan diarahkan kepada orang lain. Orang dengan gangguan ini kemungkinan menghina atau merendahkan orang lain dan biasanya telah mengancam atau menghukum orang lain dengan kasar yang tidak lazimnya, terutama anak-anak. Pada umumnya, orang dengan gangguan kepribadian sadistik merasa tertarik dengan kekejaman, senjata, cidera, atau penyiksaan. Untuk dimasukkan dalam kategori ini, orang tersebut tidak termotivasi semata-mata oleh keinginan untuk mendapatkan rangsangan seksual dari perilaku mereka; jika termotivasi demikian, parafilia dari sadisme seksual harus didiagnosis.

Kesimpulan

Dari uraian di atas maka dapat dismpulkan bahwa siapa saja berpotensi untuk mengalami gangguan kepribadian. Karena gangguan kepribadian tidak saja disebabkan oleh faktor genetika (dapat diturunkan), tapi juga dipengaruhi oleh faktor temperamental, faktor biologis (hormon, neurotransmitter dan elektrofisiologi), dan faktor psikoanalitik (yaitu adanya fiksasi pada salah satu tahap di masa perkembangan psikoseksual dan juga tergantung dari mekanisme pertahanan ego orang yang bersangkutan).

Dalam DSM-IV, gangguan kepribadian dibagi menjadi tiga kelompok dan masing-masing kelompok terdapat beberapa gangguan kepribadian dengan karakteristik yang khas dan berbeda-beda satu sama lain. Hampir semua gangguan kepribadian dapat disembuhkan baik melalui psikoterapi (terapi kejiwaan) maupun farmakoterapi (terapi obat-obatan), dengan teknik penyembuhan yang berbeda-beda untuk masing-masing gangguan kepribadian.

SUARA MAHASISWA PUNCAK JAYA

Warta Papua Merde... 's Public Gallery Albums (13)Sort by: Album date|Upload date

Album Locations
©2009 Google Download Picasa - Terms of Use - Privacy Policy - Program Policies - D