Chủ Nhật, 21 tháng 6, 2009

Kasus Munir, Benarkah Sudah Tuntas?

logo SUARA MERDEKA

Kasus Munir, Benarkah Sudah Tuntas?

- Pollycarpus Budihari Prijanto oleh Majelis Hakim yang diketuai Cicut Sutiarso SH dijatuhi hukuman 14 tahun penjara, karena terbukti secara sah dan meyakinkan membunuh aktivis HAM Munir. Dia dinyatakan bersalah, karena melakukan serangkaian pembunuhan berencana sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Vonis tersebut dijatuhkan hakim setelah melewati persidangan yang cukup melelahkan dengan menghadirkan sejumlah besar saksi. Dengan jatuhnya vonis tersebut, masyarakat merasakan kelegaan bahwa kasus yang semula diragukan ketuntasannya oleh banyak pihak, ternyata bisa juga selesai.

- Tetapi masih banyak yang menganggap bahwa jatuhnya vonis atas Pollycarpus belumlah menuntaskan seluruh persoalan atas kematian Munir. Kita masih ingat, setelah Munir meninggal secara tidak wajar, pihak keluarga aktivis itu memberikan mandat kepada Kontras dan Imparsial untuk mengusut kematian itu. Tetapi, tidak terlalu mudah bagi tim ini bekerja, karena berbagai rintangan dan teror mengadang. Tetapi, kerja tim ini telah ikut mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Keppres III Tahun 2004 tentang pembentukan TPF kasus ini. TPF ini pun masih disambut ragu-ragu ketika itu.

- Munculnya keraguan atas efektivitas TPF untuk menuntaskan kasus itu wajar saja, karena berbagai pengalaman di masa lalu. Berbagai tim dibentuk untuk mengusut berbagai pelanggaran HAM, mulai kasus Tanjung Priok, kasus Warsidi Lampung, kematian aktivis Papua Teys, kasus Semanggi, dan banyak yang lain tidak pernah berhasil menuntaskan dan membuat persoalan menjadi terang benderang. Kenapa? Kesulitan yang paling utama adalah menembus tembok dari pihak-pihak yang dianggap paling mungkin melakukan pelanggaran HAM, baik sebagai pribadi maupun institusi.

- Keraguan masyarakat kembali menguat pada kasus Munir. Apakah seorang pilot berinisiatif sendirian dengan motif pribadi merencanakan pembunuhan terhadap seorang aktivis yang tidak begitu dikenal. Fakta yang terungkap di pengadilan juga tidak menampakkan ada dendam yang bersifat pribadi dari terhukum kepada terbunuh. Apa hubungan antara pilot yang secara pribadi maupun keluarga telah menjalani kehidupan yang mapan, tega melakukan pembunuhan berencana seperti itu. Jadi, ketika masyarakat tidak mendapatkan jawaban yang terang benderang atas latar belakang itu, wajar mereka bertanya-tanya.

- Keraguan seperti itu bukan tidak disadari oleh berbagai pihak, sehingga Presiden ketika menerima TPF Munir itu pernah mengatakan bahwa penuntasan kasus kematian Munir itu akan menjadi tonggak bagi penuntasan kasus-kasus HAM di Tanah Air. Dan, ketika ternyata ada pihak-pihak yang secara kuat diduga sebagai ikut berkomplot dalam melakukan pembunuhan itu tidak tersentuh lagi, maka keraguan kembali membuncah. Jika akhirnya ternyata benar-benar tidak tersentuh, maka harapan Presiden mengenai penuntasan kasus HAM di Tanah Air akan makin sulit terwujud.

- Seharusnya jika pernyataan Presiden itu ditangkap sebagai semangat, maka seharusnya pihak-pihak yang patut diduga itu juga diperiksa dan diadili. Fakta-fakta dan bukti materiallah yang akan diuji oleh pengadilan dan lembaga itulah yang paling berhak untuk memutuskan bersalah atau tidak seorang tersangka. Jika tidak terbukti, maka wajib dibersihkan namanya. Sebaliknya, jika terbukti, maka harus pula bertanggung jawab. Tetapi, jika dibiarkan tanpa sebuah proses peradilan, maka di samping tidak adil, kata atau kalimat patut diduga itu akan terus-menerus melekat di hati masyarakat.

Không có nhận xét nào:

Đăng nhận xét