Chủ Nhật, 21 tháng 6, 2009

SELEMBARAN AKSI KAMISAN: Pelanggaran HAM dan Kekerasan Terhadap Perempuan Papua

SELEMBARAN AKSI KAMISAN: Pelanggaran HAM dan Kekerasan Terhadap Perempuan Papua

BY.IKATAN PELAJAR MAHASISWA PUNCAK JAYA

KOTA STUDI SE - JAWA BALI

KORDINATOR : DETIUS YOMAN,S.Sos

Waktu terus berlalu, namun adakah sesuatu yang baik telah dilakukan oleh Negara untuk penuntasan kasus-kasus Kejahatan terhadap Kemanusiaan, Tragedi 1965, Tragedi Tanjung Priok 1984, Tragedi Talangsari 1989, Tragedi 27 Juli, Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Tragedi Mei 1998, pembunuhan Munir dan banyak kejahatan kemanusiaan lainnya, semua terus berkubang dalam satu kegelapan. Harapan akan kebenaran dan keadilan korban dan keluarga korban, terus dan terus disingkirkan oleh para penguasa negeri ini. Dari mulai pingpong, dan lipat gulipat antara Kejagung, DPR dan Presiden yang tak berkesudahan, sampai dengan institusi yudikatif yang menjadi alat pencuci bersih dosa-dosa pelanggaran HAM.

Tragedi 1965, Tanjung Priok, Talangsari, Timor Timur, mencatat sekian banyak perempuan menjadi korban dalam tragedi tersebut (Kekerasan berbasis gender menjadi tindakan yang tak terelakan). Hal lain adalah bagaimana para anak dan Isteri dari korban tragedi 1965, Tanjung Priok, Talangsari mengalami kekerasan fisik, psikis, ekonomi sosial dan budaya, oleh karena stigma dan perlakuan diskriminatif terhadap mereka. Hal serupa, juga dialami para ibu-ibu yang anak-anaknya tertembak peluru panas pada peristiwa Tragedi Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, Tragedi Mei 1998. dan anak-anaknya serta suaminya dihilangkan secara paksa pada tragedi Penculikan Aktivis, serta pembunuhan Munir.

Hari ini, adalah Hari Perempuan Internasional, sebuah momentum yang menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan harus dihentikan. Kesengajaan negara menyingkirkan keadilan dan kebenaran bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat adalah bentuk dari kekerasan terhadap perempuan. pada kenyataaanya sampai dengan detik ini, Negara tidak pernah berniat baik untuk menuntaskan segala kekerasan tersebut. Sebaliknya, yang terjadi adalah:

1. DPR, Kejagung dan Presiden terus bermain pingpong (saling melempar tanggungjawab) dalam penuntasan kasus Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, Tragedi Mei 1998 dan Penculikan. Janji dan ingkar terus ditebar tak berkesudahan

2. Lembaga Yudikatif mencuci bersih dosa para pelaku pelanggaran HAM pada kasus Tanjung Priok, Timor-Timur, 27 Juli. dan menjadi perpanjangan tangan Negara serta pelaku, dengan memutuskan pembebasan para pelaku dan menolak penetapan kompensasi yang diajukan korban dan keluarga korban Tanjung priok

3. Penyidikan tragedi kekerasan 1965 belum juga dilakukan Negara. Wewenang Komnas HAM, DPR, dan Presiden tidak pernah digunakan untuk untuk mengungkap kekerasan yang terjadi pada tragedi 1965.

4. Pengungkapan pembunuhan Munir, menjadi kian suram oleh prilaku Presiden, Kejagung, Kepolisian dan Mahkamah Agung. Yang lagi-lagi hanya bertindak sebatas lips Service semata, siapakah dan apakah dibalik pembunuhan Munir, belum juga terjawab.

Không có nhận xét nào:

Đăng nhận xét