Chủ Nhật, 21 tháng 6, 2009

SUARA MAHASISWA PUNCAK JAYA

PUNCAK JAYA, KAMIS - Program-program pemberdayaan masyarakat yang diluncurkan pemerintah jangan sekadar dianggap proyek yang harus tuntas dalam satu tahun anggaran. Penekanan program ini harus tetap berfokus pada perubahan sikap dan mental masyarakat supaya bisa mandiri untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama.

"Seringkali pemberdayaan dari pusat dan daerah untuk mengejar program proyek satu tahun anggaran. Ini membuat program pemberdayaan di banyak daerah gagal. Seharusnya, pemberdayaan itu disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat," kata Ottow Sineri, Kepala Program Nasional Pemberdayaan Mandiri - Rencana StrategisPembangunan Kampung (PNPM Mandiri - RESPEK) Provinsi Papua di Puncak Jaya, Kamis (26/2).

Menurut Ottow, untuk kondisi Papua, pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan di wilayah ini difokuskan ke kampung-kampung atau desa.Dengan anggaran otonomi khusus yang dialokasikan pemerintah pusat, anggaran pemberdayaan dari Pemerintah Provinsi Papua sebesar Rp 100 juta untuk tiap kampung dan distrik (kecamatan) tidak dibatasi satu tahun anggaran.

Ottow menjelaskan, pemberdayaan di Papua seperti PNPM Mandiri tidak bisa begitu saja disamakan dengan daerah lain. Dengan kondisi geografis dan budaya masyarakat Papua, terutama di daerah pedalaman, program satu tahun anggaran tercapai lebih lambat sekitar dua tahun. Harmonisasi program pemberdayaan pemerintah pusat dan daerah untuk Papua ini dinamakan PNPM Mandiri-RESPEK yang diselenggarak sejak 2007.

"Dengan memakai alokasi dana otonomi khusus, pemberdayaan di Papua yang lebih memilih untuk memperkuat masyarakat kampung bisa dilakukan lebih leluasa. Ini juga yang kami tekankan kepada pemerintah daerah atau pendamping masyarakat untuk tidak sekedar mengejar laporan administratif, tetapi membuat masyarakat mampu berinisiatif dan membangun kampungnya secara bersama-sama," kata Ottow.

Dari pantauan pelaksanaan PNPM Mandiri-RESPEK di Kampung Dolinggame dan Kampung Lambo, Distrik Ilu, Kabupaten Puncak Jaya, komunitas adat di Papua ini setidaknya mulai memberi kesadaran bagi warga kampung untuk membangun daerahnya sendiri. Dengan dukungan pendamping pemberdayaan dan teknik yang dibiayai pemerintah pusat, warga kampung diajak untuk memikirkan kebutuhan pembangunan di kampungnya.

Perubahan-perubahan kecil mulai terlihat dalam kehidupan masyarakat. Warga yang masih ada berkoteka serta tinggal di honai sudah bisa melontarkan ide pembangunan yang keluar dari kebutuhan riil mereka. Ada yang berfokus kepada pembangunan infrastruktur kampung, semisal jalan atau jembatan. Ada juga yang fokus pada pemberdayaan ekonomi seperti beternak kelinci dan memelihara ikan.

Francesca Lawe-Davies, PNMP Support Facility dari Bank Dunia, mengatakan pemberdayaan masyarakat, terutama di daerah terpencil mengalami banyak kendala. Anggaran dan fasilitator yang terbatas memang belum mampu menyelesaikan semua persoalan warga.

"Tetapi setidaknya sudah ada perubahan pola pikir masyarakat, itu sudah bagus. Pasti ke depannya ada harapan untuk masyarakat lebih baik lagi dalam membangun kemandirian di wilayahnya," ujar Francesca.

Leonard Anthoni, Kepala Kantor Pemberdayaan Kampung Kabupaten Puncak Jaya, mengatakan kondisi geografis masih jadi kendala untuk mencapai kampung dan distrik di wilayah ini. Belum tersedianya infrastruktur jalan dan transportasi yang menghubungkan kampung atau distrik membuat perkembangan di masyarakat jadi lambat.

Leonard mengatakan kendala yang dihadapi dalam pemberdayaan di wilayah ini karena masih kurangnya pendamping teknik. Kondisi yang sulit juga menyebabkan pendamping yang ada perlu punya komiten tinggi untuk melayani warga karena ada yang harus menempuh jarak berhari-hari dengan jalan kaki untuk bisa memberdayakan warga.

Không có nhận xét nào:

Đăng nhận xét